PEMERINTAH DAN PARPOL 2009 MAKIN MEMPERPARAH KRISIS
Hingga detik ini, Kapitalisme masih bergulat dengan krisis besar yang diciptakannya sendiri sejak tahun 2007 lalu yang dipicu oleh kredit macet di sektor perumahan (supbrime mortgage). Krisis tersebut berawal di AS dan dengan cepat menyebar ke negara-negara dunia lain. Sebagian kapitalis besar telah jatuh bangkrut, sebagian lagi berusaha diselamatkan dengan suntikan dana ribuan trilyun dollar. Kapitalis dengan status modal lebih kecil (dalam ukuran internasional) dipaksa hanya menunggu tetesan dana yang telah diprioritaskan untuk kapitalis terbesar dunia. Memang dalam sistem kapitalisme, fungsi negara tidak lain hanya sebagai alat bantu kapitalis dalam mengeruk keuntungan. Sementara, kondisi kesejahteraan kaum buruh dan rakyat makin jauh diabaikan oleh negara. Dunia mencatat, gelombang PHK bakal mencapai puncaknya di pertengahan 2009. Di Amerika Serikat sendiri, tingkat pengangguran bertambah hingga 8,1% dan merupakan angka tertinggi dalam seperempat abad terakhir1.
Amerika Serikat (AS) sebagai negara pemicu krisis kali ini, tak kunjung sanggup memulihkan keadaan ekonomi dalam negerinya sendiri. Beragam kebijakan telah dijalankan oleh Pemerintah Obama dalam krisis. Di awal krisis, dana masyarakat sebesar $ 750 miliar telah digelontorkan kepada kapitalis besar AS, namun bahkan oleh sebagian kalangan ekonom kapitalis sendiri kebijakan tersebut dianggap telah gagal1 karena belum juga mampu mengembangkan modal dan memberi keuntungan bagi pemilik modal. Ketika kapitalisme sebagai sebuah sistem belum bisa disegarkan dan diperbaiki. Itulah ukuran-ukuran kegagalan ekonomi menurut kaum kapitalis. Sebaliknya, bagi kaum buruh dan rakyat, apapun obat krisis dari para kapitalis tidak akan membawa perbaikan positif bagi mereka. Sebab, kapitalismelah yang melakukan penghisapan tenaga pekerja untuk melipatgandakan keuntungan. Sementara, dampak utama dari krisis, tetap rakyat dunia yang menanggung. Spanyol misalnya, hanya dalam waktu satu tahun, jumlah pengangguran sampai bulan Januari 2009, meningkat menjadi 14,8%2. Atau Jepang, sebagai Negara termaju di Asia, sepuluh per seribu orang kehilangan kontrak kerja. Sementara, Islandia terancam bangkrut, dimana sudah empat bank terbesar di Islandia diketahui mempunyai utang valas dengan nilai lebih dari 100 miliar 3. Rakyat se-dunia dipaksa menanggung krisis, PHK dan pengangguran di mana-mana. Apalagi di negara berkembang, kehancuran industri sedemikian parah.
Indonesia, belum lagi keluar sepenuhnya dari krisis tahun 1997-1998, sudah kembali dihantam badai krisis baru. Tak perlu menggunakan penelitian yang rumit untuk mengetahui seberapa parah krisis yang dihadapi negeri kaya raya ini. Berdasarkan catatan akhir tahun 2008 YLBHI saja, jumlah PHK di 2009 ini mencapai 3 juta orang. Bahkan dari kalangan pengusaha tidak bisa lagi menutupi kehendaknya untuk melakukan PHK massal, sambil menuntut agar pemerintah mengkonkretkan pengucuran dana bagi korban PHK. Berdasarkan data pengusaha, jumlah PHK di DKI Jakarta saja hingga bulan Maret 2009 sudah mencapai 200.000 buruh dengan 180.000 diantaranya adalah buruh kontrak dan buruh harian4.
Terhadap industri sendiri, makin jelas bahwa kapitalisme/imperialisme-lah penghancur industri nasional, apalagi dalam situasi krisis. Penguasaan ekonomi oleh asing selalu menjadi basis kemiskinan rakyat dan tidak adanya kemandirian nasional. Kekayaan alam yang luar biasa telah berhasil membangun negeri lain, dan tidak bisa dimanfaatkan oleh rakyat Indonesia. Hingga hari ini asing menguasai; lebih dari 85% kegiatan ekspolitasi minyak dan gas, 75% dari keseluruhan aktivitas investasi langsung, hampir 50% dari aset perbankan, di pertengahan 2007 sudah menguasai hampir 70% modal di pasar modal, belum lagi dalam bentuk lahan sebesar 173 juta hektar lebih (untuk eksploitasi minyak, batubara dan mineral, serta perkebunan dan kehutanan). Begitulah hasil pekerjaan dari para anak buah imperialisme yang duduk di kekuasaan Indonesia (pemerintah dan parpol DPR/MPR), sejak orde baru hingga sekarang. Ini belum berakhir dan akan terus dilanjutkan. Bahkan pada 2007, Jusuf Kalla dengan bangga mengumumkan bahwa dari 135 BUMN yang dimiliki pemerintah jumlahnya akan diciutkan menjadi 69 di 2009, dan akan disisakan 25 BUMN pada 20155. Sektor pendidikan juga segera menyusul, dengan UU BHP yang sudah memperbolehkan asing menguasai 40% modal.
Begitu pula dalam krisis sekarang, rejim SBY-JK bersama seluruh parpol terus membela kepentingan kapitalis internasional, sekaligus membantu dirinya sendiri sebagai bagian kapitalis dalam negeri. Beragam kebijakan dikeluarkan pemerintah dan disebut sebagai obat krisis. Bagi rakyat, keseluruhan kebijakan tersebut nyatanya adalah racun yang memperparah kondisi ekonomi, untuk masa kini dan masa datang. Kebijakan pemerintah tersebut diantaranya adalah paket stimulus fiskal, memuluskan privatisasi dan penanaman modal asing, politik upah murah dan PHK, serta utang luar negeri.
Kebijakan utama pemerintah dalam krisis adalah paket stimulus fiskal, dengan dana sebesar Rp 73,3 triliiun yang dikatakan akan bisa menggerakkan kembali ekonomi. Dana sebesar itu tentu saja hanya akan turut amblas dimakan krisis, tanpa bisa berbuat banyak. Karena malah sama sekali tidak diarahkan untuk korban utama krisis, yaitu rakyat kebanyakan yang tanpa daya beli6. Begitu pula kebijakan privatisasi/swastanisasi BUMN akan jadi kerugian besar, bahkan ketika ukuran pemerintah hanyalah untuk dapat harga jual tinggi pun pasti gagal. Sebenarnya dengan harga setinggi apapun, penjualan BUMN ini sangat merugikan Indonesia karena aset vital ekonomi jadi dikuasai asing dan tidak bisa menjadi landasan bagi kemandirian ekonomi. Sementara kebijakan mengorbankan buruh dengan upah murah dan PHK lebih cepat lagi dijalankan. Sejak dikeluarkan SKB (kemudian jadi PB) 4 Menteri, angka PHK terus bergerak naik dengan sangat cepat. Selalu saja buruh dan upah dijadikkan kambing hitam bagi hancurnya industri, walaupun sangat jelas terlihat bahwa seberapapun besar PHK dan seminim apapun upah diberikan, industri dalam negeri bangkrut dan mati. Ketiga kebijakan jahat SBY-JK dan partai DPR/MPR (berupa paket stimulus fiskal, privatisasi dan PHK) tersebut, ditambah lagi dengan utang luar negeri yang semakin akan menjerat leher rakyat.
Pemerintah sekali lagi menyepakati utang sebayak US$ 5,5 miliar, terdiri dari pinjaman dari Bank Dunia sebesar US$ 2 miliar melalui deferred drawdown option (penarikan sewaktu-waktu), lalu Jepang US$ 1,5 miliar, Australia US$ 1 miliar, dan ADB US$ 1 miliar7. Utang tersebut berlaku selama dua tahun dan akan menjadi jumlah utang luar negeri terbesar dalam sejarah utang, sejak berdirinya Indonesia. Dalam pertemuan G 20 di London awal April ini, SBY menjeratkan Indonesia untuk semakin patuh pada kepentingan kapitalis internasional, demi dapat utang lagi. Hal ini akan menambah lagi beban rakyat, yang sebelumnya sudah menanggung beban besar utang luar negri dan harus membayar dalam bentuk pemotongan subsidi sosial (seperti pendidikan dan kesehatan). Hingga saat ini, beban utang penduduk per kapita mencapai Rp 11 juta per orang, meningkat dibanding beban utang sebesar Rp 5-8 juta pada tiga tahun sebelumnya8. Sampai akhir Januari 2009, total utang Pemerintah Indonesia berjumlah 1.667 trilyun rupiah dan merupakan jumlah terbesar sepanjang sejarah utang Indonesia. Perlu lebih dari 50 tahun untuk melunasi utang ini, dan karena utang terus bertambah jadi tidak mungkin lagi dilunasi. Seperti tahun 2009 ini, utang yang harus dibayar karena jatuh tempo mencapai lebih dari Rp 120 triliun. Dan jalan pintas pemerintah adalah membayar dengan obral aset penting, ditambah dengan dana yang didapat dari utang baru.
Begitulah pemerintah dan partai-partai, pengabdi setia kapitalisme/neo-liberalisme di Indonesia, semakin membawa pada kehancuran. Selama kekuasaan belum diambil oleh kekuatan rakyat, maka malah penguasa yang akan membuat dan memperparah krisis. Tidak bisa tidak, krisis hanya bisa diatasi oleh kekuasaan yang berani menentang kapitalisme dan membela sungguh-sungguh kepentingan rakyat. Negara yang membela rakyat bukan mimpi kosong bagi kehidupan rakyat sekarang, seperti pemerintahan yang berhasil didirikan oleh rakyat Venezuela. Venezuela yang berani menolak resep Neo-Liberalisme dan memajukan industrialisasi nasional, menasionalisasi aset, serta penghapusan utang luar negeri, kini terbukti mampu bertahan di tengah hantaman krisis. Kala dunia sedang kalang kabut menghadapi gelombang PHK akibat krisis, tingkat rata-rata pengangguran Venezuela justru menurun menjadi 9,5% di bulan Januari 2009, padahal pada tahun sebelumnya tingkat rata-rata pengangguran di Venezuela mencapai 10,2%9. Keberhasilan Venezuela, merupakan hasil dari kebijakan Presiden Hugo Chavez yang salah satunya menasionalisasi industri minyak Venezuela. Suatu hal yang tidak mungkin berani dilakukan oleh SBY-JK dan partai-partai politik peserta Pemilu 2009.
Dengan kekayaan alam yang dimilikinya, bukan tidak mungkin Indonesia mampu keluar dari krisis dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Belajar dari keberhasilan negara-negara Amerika latin seperti Kuba dan Venezuela, maka industrialisasi nasional menjadi jalan keluar rakyat dari krisis. Untuk menjalankan industrialisasi nasional dibutuhkan pembiayaan nasional yang diambil dari (a) Menghentikan penarikan dan pembayaran Utang Luar Negeri, disertai penarikan kembali obligasi rekapitalisasi perbankan. Utang luar negri dan rekapitalisasi perbankan merupakan sumber pemborosan anggaran yang terbesar. Oleh karenanya, menghambat potensi anggaran bagi program industrialisasi nasional serta dalam memassalkan dan menggratiskan program-program untuk pembangunan kapital social --seperti pendidikan, kesehatan-- yang menjadi penunjangnya; (b) Nasionalisasi Industri Energi dan Pertambangan Asing, Sumber-sumber energi yang utama di dalam negeri harus dikuasai oleh Negara. Sehingga, hasil sumber daya dan konsumsi energi dalam negeri dapat diarahkan untuk tujuan-tujuan yang menunjang industri dalam negeri, dan kebutuhan konsumsi energi rakyat; (c) Nasionalisasi Industri Perbankan, proses privatisasi terhadap berbagai bank dalam negeri harus ditinjau ulang karena hanya menguntungkan bankir-bankir imperialis seperti Temasek, Farallon, sebab di dalam bank-bank yang dijual itu, terdapat ratusan triliun dana obligasi rekapitalisasi perbankan yang setiap tahunnya membebani ABPN puluhan triliun. Kepemilikan asing terhadap bank-bank di dalam negeri harus dibatasi karena dapat merugikan perekonomian nasional ; (d) Tangkap, Adili dan Sita Harta Koruptor, Dalam laporan tidak resmi Wold Bank disebutkan, selama 32 tahun berkuasa, pemerintahan Soeharto dan Kroninya telah menggelapkan dana pinjaman sebanyak 30%. Besaran dana korupsi orde baru ini harus direbut, bersama dengan dana korupsi yang terus meningkat dan meluas hingga sekarang; (e) Pajak Progresif untuk individu-individu berpenghasilan tinggi, Pajak progresif adalah pajak yang diberikan bagi individu yang memiliki pendapatan diatas rata-rata pendapatan masyarakat. Penggunaan pajak progressif ini untuk program industrialisasi nasional dan subsidi sosial ; (f) Pengenaan pajak dan royalti untuk transaksi-transaksi spekulatif.
PEMILU 2009 AJANG KONSOLIDASI KEKUASAAN AGEN IMPERIALIS, AYO LAWAN DENGAN FRONT PERSATUAN NASIONAL
Hingar bingar Pemilu 2009, seperti pemilu-pemilu sebelumnya selalu menjanjikan kesejahteraan bagi rakyat dan perubahan yang mendasar di tengah krisis. Bahkan, dalam pemilu kali ini para elit politik/partai-partai politik berani mengusung program-program kerakyatan seperti nasionalisasi aset-aset bangsa. Padahal, tak satupun dari mereka, dalam sejarahnya bersedia melawan kepentingan asing. Dengan demikian, partai-partai politik tersebut tidak akan pernah sanggup atasi krisis. Memang, dalam situasi Pemilu 2009, semua partai politik dan elit politik mengusung program-program kerakyatan, sebisa mungkin menipu rakyat demi bertambahnya jumlah suara. Termasuk menggunakan taktik politik uang (money politics) dengan berbagai cara seperti Gerindra yang bagi-bagi laptop; Golkar bagi-bagi HP; PDIP bagi-bagi motor; partai-partai lain bagi-bagi janji lewat triliunan rupiah yang habis dalam bentuk poster, bendera, stiker, bahkan konser-konser musik. Sehingga, Pemilu 2009 hanya menjadi ajang pemborosan dana di tengah situasi rakyat yang sedang dihimpit krisis.
Pemilu kali ini, diikuti oleh pemain-pemain lama yang terdiri dari sisa Orde Baru, yakni Partai Golkar. Selain sisa Orde Baru,ada pula reformis gadungan seperti PDIP, PKB, PAN, PBR dsb, lalu yang terakhir adalah Militer, pelanggar HAM, yang direpresentasikan oleh Prabowo dengan Gerindra, Wiranto dengan Hanura dan tak segan-segan, beberapa individu-individu militer lain ikut masuk dalam berbagai partai politik untuk kembali berkuasa setelah terpukul mundur pada tahun 1998. Semua komposisi Pemilu 2009, merupakan unsur-unsur jahat yang setia pada kepentingan modal, menjadi boneka imperialis. Tinggal membuka lembaran sejarah guna melihat secara jelas daftar kejahatan mereka terhadap rakyat, dari kebijakan pengesahan UU BHP, UU PMA, PB 4 Menteri hingga UU Pronografi. Kini, semua partai-partai politik tersebut cuci tangan atas dosa masa lalu mereka dan tidak sudi bertanggung jawab. Terus berbohong, menabur janji-janji palsu. Di sisi lain, tidak terdapat satu partai barupun yang benar-benar bersih dan berasal dari gerakan rakyat. Sementara, sebagian besar aktivis gerakan justru turut terlibat dalam Pemilu 2009 sebagai caleg partai-partai politik yang jelas musuh rakyat, tanpa mempedulikan dosa-dosa sejarahnya. Dibiarkan kaki tangan terikat, dengan dalih akan perubahan di parlemen yang komposisinya tidak berubah.
Faktanya, tingkat golput diperkirakan terus bertambah, sampai-sampai MUI pun mengeluarkan fatwa bahwa Golput itu haram hukumnya. Partai-partai politik peserta Pemilu 2009pun menghimbau supaya rakyat tidak mengambil sikap golput. Hal itu menggambarkan ketakutan para pimpinan negeri ini terhadap ketidakpercayaan rakyat pada mekanisme demokrasi Indonesia. Ketidak percayaan rakyat hari ini tidak hanya terwujud dalam bentuk Golput, namun juga dalam bentuk perlawanan yang terjadi hampir di semua daerah meski dengan isu beragam.
Maka pemilu 2009 bukan saja tidak membawa harapan perubahan lebih baik bagi rakyat, malah sebaliknya akan semakin memperkuat cengkeraman penjajahan asing di Indonesia dan menyempitkan demokrasi/partisipasi politik rakyat. Hasil Pemilu 2009 bukan saja akan gagal mengatasi krisis, tapi malah akan memperparah. Banyak alasan untuk rakyat melawan Pemilu 2009, dan semuanya penting untuk terus dikuatkan. Alasan-alasan perlawanan terhadap pemilu 2009 tidak bisa dibiarkan sendiri-sendiri, karena keseluruhannya adalah benar dan saling menguatkan. Sehingga seluruh rakyat akan bersama-sama melawan Pemilu 2009, dengan alasan:
1)Tidak Demokratis dan hanya bisa diikuti oleh elit berduit;
2)Hasilnya akan memperparah krisis karena diikuti oleh tukang utang dan pengobral kekayaan alam kepada asing;
3)Pemilu para boneka penjajah ekonomi asing (Imperialis), penjahat HAM, para koruptor, dan Reformis Gadungan;
4)Tidak ada partai dari gerakan rakyat;
5)Bukan ajang aspirasi rakyat tapi arena jual beli suara.
Melawan pemilu 2009 adalah bagian dari perlawanan terhadap politik musuh rakyat, dan akan terus dijalankan sampai berhasil didirikan pemerintahan rakyat miskin. Untuk itu, dibutuhkan sebuah persatuan di antara sekian juta rakyat di berbagai sektor yang kini sedang resah akan masa depannya. Rakyat, telah banyak belajar dari pengalaman sebelumnya. Bahwa dengan metode aksi massa, rakyat sanggup melawan penindasan yang dihadapi. Oleh karenanya, membangun alat persatuan nasional menjadi kebutuhan penting, sebagai kekuatan alternative rakyat. Dengan wadah persatuan nasional, rakyat lebih memiliki kesanggupan untuk meluaskan propaganda, merebut panggung politik nasional yang selama ini didominasi oleh sebagian besar elit-elit politik. Secara berkesinambungan, terus meluaskan ekspresi-ekspresi politik rakyat melawan Pemilu elit 2009 yang kini memenuhi segala ruang di media.
Persatuan tersebut bisa dirintis dengan melakukan pernyataan sikap bersama dan penyatuan-penyatuan mobilisasi politik, baik dalam bentuk aksi massa maupun vergadering/rapat akbar dan memberi manfaat besar bagi perluasan propaganda. Penyatuan mobilisasi politik dengan metode aksi massa kembali menjadi tradisi perlawanan rakyat pasca terbukanya ruang demokrasi 1998. Bentuk mobilisasi massa lainnya, vergadering, merupakan bentuk mobilisasi massa yang lebih menekankan pada isian propaganda yang lebih maju. Vergadering, sebenarnya bukanlah hal baru dalam sejarah perlawanan rakyat. Pada awal berdirinya organisasi-organisasi (1908) vergadering telah menjadi metode mobilisasi massa yang ampuh untuk menunjukkan perlawanan rakyat sekaligus metode penyadaran yang tepat. Baru, ketika Orde Baru berkuasa segala bentuk mobilisasi massa (kecuali untuk kepentingan rejim), diberangus.
Selain dengan melakukan penyatuan mobilisasi-mobilisasi massa, untuk menjawab problem darurat rakyat hari ini, seperti PHK massal, pengangguran, maka dibutuhkan wadah-wadah yang menampung keresahan rakyat tersebut. Ia menjadi alat penangkap massa yang masih resah dan belum terlibat dalam perlawanan. Wadah tersebut adalah Posko-posko rakyat yang berdiri tidak hanya di pabrik-pabrik, namun juga di perkampungan dan kampus-kampus. Posko-posko inilah yang kemudian menjadi embrio persatuan, yakni wadah persatuan nasional.
_____
1 “When jobs disappear”, Mar 12th 2009, The Economist .com
2 “ Investors fret that President Obama’s crisis response is not up to the task”,
March 15, 2009, The Economist.com
3 “When jobs disappear”, Mar 12th 2009, The Economist .com
4 Islandia di Ambang Bangkrut Kamis, 09 Oktober 2008 pukul 07:13:00, REPUBLIKA ON
LINE
5 “180.000 Buruh Kontrak Di-PHK, Pemerintah Harus Lebih Tegas”, 13 Maret 2009,
KOMPAS.COM
6 Antara, 19/2/2007
7 “Depkeu Tanggung Bea Masuk 11 Sektor Industri”, 03 Maret 2009, KORAN SINDO
8 “Kebijakan Utang Indonesia: Mengatasi Krisis dengan Menciptakan Krisis Baru”, oleh
Dian Kartika Sari
9 Utang Baru Luar Negeri Bebani Rakyat”, 16 Maret 2009, beritasore.com
10 “Venezuela’s Monthly Inflation and Unemployment Rates Drop”, 7 March 2009,
Venezuelanalysis.com
Home »
Cakrawala
» TOLAK PEMILU ELIT 2009, BANGUN KEKUASAAN RAKYAT DENGAN PERSATUAN RAKYAT DAN KAUM GERAKAN
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !