Di tingkat global setelah kisah krisis air, krisis iklim, krisis minyak, krisis pangan, kini krisis finansial naik panggung, Paradoksnya jalan krisis itu terus ditempuh. Masih saja mekanisme pasar dan korporasi dianggap solusi yang menjanjikan. Ironi abad ini, rasionalitas yang irasional. Rasionalitas yang paling tidak masuk akal.
It’s the capitalism, stupid! (adapatasi dari frase politik yang populer digunakan Clinton ketika berkampanye melawan George Bush Senior, it’s the economic, stupid!)
Rudolf Mrazek di dalam bukunya yang sangat mengesankan dan ajaib, Enginerss of Happy Land : Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di sebuah Koloni (edisi Indonesia, Yayasan Obor Indonesia 2006) dan Thomas L Friedman “The World is Flat : Sejarah Ringkas Abad ke-21 (edisi Indonesia, Dian Rakyat 2006) bertemu dalam rujukan yang sama (dari banyak rujukan tentunya) untuk analisis dan argumentasinya. Rujukan itu adalah Manifesto Komunis yang ditulis oleh Karl Marx dan Engels.
Uniknya keduanya merujuk pada bagian yang sama. Bila Friedman mengutip beberapa alinea dari Manifesto Komunis itu, Mrazek hanya mengutip satu alinea.
Friedman mengutip Manifesto Komunis untuk menguatkan argumentasi soal gejala pendataran dunia. Ia menyebutkan bahwa Marx lah orang pertama yang melihat kemungkinan pendataran dunia untuk menjadi pasar global, yang tidak direpotkan oleh batasan negara. Menurutnya lagi meskipun Marx adalah pengkritik paling keras kapitalisme, Marx pula mengagumi kekuatan kapitalisme mendobrak segala identitas feodal, nasional, maupun agama.
Sedangkan Mrazek mengutip Manifesto Komunis untuk memulai bab 1 yang berjudul Bahasa Sebagai Aspal, suatu kajian ajaib untuk melihat fenomena jalan raya bukan semata sebagai fenomena teknologi dan material tetapi juga sebagai fenomena penemuan bahasa dan pertarungan wacana.
Pada pokoknya inilah pesan utama “Kebutuhan akan pasar yang terus meluas bagi produk-produknya mengejar kaum borjuis di seluruh permukaan bumi. Ia harus bersarang di semua tempat, bermukim dimana-mana, menjalin hubungan-hubungan di mana-mana”.
Gagasan Pendataran Dunia disimpulkan oleh Friedman sepanjang dan selepas perjalanannya berkelana di India tepatnya ke kota Bangalore “Lembah Silikon” nya India bersama tim kerjanya dari saluran TV Discovery Times. Pemicunya adalah pernyataan Nilekani CEO Infosys Technology Limited (orang pintar dan pemimpin yang paling disegani di dunia usaha India), “Tom, lapangan permainan kini semakin didatarkan”.
Friedman kemudian dengan gagah mengatakan perjalanan eksplorasinya ke Bangalore mirip dengan perjalanan Columbus setengah abad lalu dalam upayanya menemukan jalan yang lebih singkat menuju India. Perbedaannya bila Columbus walau akhirnya tidak sampai India dan tersasar ke Amerika mendapatkan kesimpulan bahwa dunia itu bulat, Friedman menyimpulkan sebaliknya Dunia itu Datar.
Kita tahu kemudian keberhasilan Columbus memacu para pelaut tangguh dari Eropa berlomba-lomba melakukan pelayaran untuk mencari daerah-daerah yang eksotik dan kaya sumber daya alam. Kita tahu inilah cerita tentang kapitalis negara dalam wujud VOC (Kerajaan Belanda) dan EIC (kerajaan Inggris) dan kemudian juga dalam kata-kata Manifesto Komunis ‘mengejar kaum borjuasi (eropa, catatan saya)…….ia harus bersarang di semua tempat, bermukim dimana-mana, menjalin hubungan dimana-mana”
Tidak saja untuk mengejar kebutuhan akan pasar yang terus meluas bagi produk-produknya, tetapi juga menguasai bahan baku (sumber daya alam), sekaligus mengejar barisan budak dan buruh yang murah.
Ini adalah awal cerita tentang kolonialisme, dan imperialisme sebagai perkembangan lebih lanjut dari kebajikan ‘akumulasi modal sebesar-besarnya” (kapitalisme atau keserakahan sebagai iman) dan kemudian cerita tentang modal yang tidak kenal batas negara. Bahkan tentang modal yang kemudian mengatur negara dan negara yang mbebek saja melindungi korporasi dibalik mitos biarkan ‘mekanisme pasar bekerja’, ‘tangan-tangan ajaib’ (invisible hand) dan ‘efek menetes ke bawah” (trickle down effect) dari kesejahteraan segelintir orang ke tengah-tengah massa.
Dan pagi ini saya kembali bertemu Marx dalam artikel Martin Manurung ‘Neoliberalisme Kena Batunya’ di Kompas, menyoal turun tangannya pemerintah AS dengan dana talangan untuk menyelamatkan korporasi yang mengalami kesulitan karena ulah dan ketololannya sendiri. Hmm dana publik dari pajak tanpa banyak persyaratan digelontorkan kepada korporasi .
Lupakan jargon-jargon mekanisme pasar, tangan-tangan ajaib yang dimitoskan itu, negara dalam hal ini Bush mohon ijin terang-terangan (banyak yang tersembunyi tentunya) untuk melindungi pemilik modal.
Martin kemudian menutup artikelnya “Tesis negara sebagai pelindung modal, sebagaimana pernah dikatakan Karl Marx, menjadi sungguh-sungguh hadir dan nyata dalam krisis AS”. (Disamping kontradiksi sistemik dan struktural kapitalisme yang akan terus menyimpan kerentanan krisis terus menerus, begitu ya Bung Martin?)
Loh kenapa kenek bus butut yang kunaiki teriak lantang BLBI, BLBI, Lapindo, Lapindo tarik mang!
Duh biung, bumi gonjang ganjing, langit bakal runtuh….?
Trak tak tak tak trak tak…..
Zaibul hikayat, gaji CEO Lehman Brothers yang kolaps itu 34.300.000 dollar AS setahun dan terima bonus di bulan Maret lalu sebesar 22 juta dollar AS (Kompas 19 September), lalu Aburizal Bakrie yang belum lama manggung sebagai orang terkaya di Indonesia dan Asia itu.
(34.300.000 dollar AS sama dengan 332.710.000.000 rupiah…………….., memang ini masih kalah dibandingkan CEO sebuah perusahaan hedge fund yang mencapai 2 milyar dollar AS setara Rp 19 trilyun seperti dikatakan A. Tony Prasetiantono)di Kompas.
Dan krisis di AS ini jelas akan menyebar seperti wabah dan pendemi meminjam Marx karena ia bersarang di semua tempat, bermukim dimana-mana, menjalin hubungan-hubungan di mana-mana…
Akhir kata,
Mas Marco di Koran Doenia Bergerak (1914) seperti dikutip Mrazek di bukunya menulis tentang mobil dan luar biasa saya temukan potret yang terang benderang menggambarkan situasi masa kini…..
Mobil di zaman kita adalah kendaraan yang paling disayangi petinggi dan kaum kapitalis… Sekarang ini, tentu saja, apa yang dianggap paling kuasa, dank e arah mana semua kekuatan dan semua waktu dihabiskan, adalah perbaikan jalan. Jalan-jalan besar menjadi lebih baik, lebih indah, lebih lurus, dan lebih licin setiap harinya. Langkah demi langkah sewaktu jalan itu diplester, dilapis beton dan kerikil dengan cara yang paling maju, tumbuh pula bukit-bukit kerikil….Sudah pasti bahwa beginilah masa depan : bahkan jalan desa, dan semua jalan kampong-tak ada jalan yang terlalu kecil untuk itu-akan dibuat menjadi lebih besar, lebih lebar, lebih menarik, dan lebih licin. Gundukan pasirnya akan lebih tinggi. Di hutan kami, kami akan terus menggali kerikil, dan gundukan itu akan masih lebih tinggi lagi, lebih tinggi daripada gunung yang sesungguhnya…Kaum tani menggali pasir, bukan menggali di lading mereka…Sudah pasti bahwa akan selalu kekurangan pasir….dan, pada akhirnya, tak aka nada mobil yang mogok di jalanan yang bagus itu”.
---------
Sumber: http://sarekathijauindonesia.org/?q=id/content/krisis-ekonomi-global-%3A-karl-marx-di-aspa-0
Home »
Kontributor
» Krisis Ekonomi Global : Karl Marx di Aspal Jalan Dunia Datar (Bagian 1)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !