Pengantar
Menyikapi perubahan lingkungan yang muncul dari berbagai kepentingan, menghantarkan kita pada telaah yang rumit(?) dalam hukum kontradiksi dari dinamika cara pandang yang dianggap usang dan yang baru. Untuk dapat memahaminya secara jernih, penyajian tulisan ini tidak sekedar membahas lingkungan an sich.
sebelum kita beranjak lebih jauh, ada baiknya sekedar mengupas difinisi ekologi. Ekologi untuk pertama kalinya di populerkan oleh Ernst Haekel pada tahun 1869, ia seorang biologi Jerman. Namun sebelumnya filsuf Yunani seperti Aristoteles dan Hipokrates juga memberikan uraian yang berkarakter ekologis. Ekologi mulai tahun 1900 telah menjadi bidang biologi tersendiri, baru paruh kedua abad XX istilah ekologis masuk dalam kamus ilmiah dalam berbagsai bidang ilmu, termasuk ilmu ekonomi politik, sosial dan hukum. Misalnya Marx menyampaikan pandangan ekologis dalam teori celah metabolesme.
Arti kata ekologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti rumah atau tempat untuk hidup dan logos yang berarti ilmu tentang mahluk hidup dalam rumah tangganya atau ilmu tentang hubungan mahluk hidup dengan lingkungan.
Yang fundamental dari ekologi ialah ekosistem. Ekosistem ialah suatu sistem yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara mahluk hidup dengan lingkungannya. Dalam sistem ini, semua komponen bergerak saling berhubungan (interkoneksi). Ekosistem yang terbentuk oleh komponen hidup (biotik) dan komponen tidak hidup (abiotik) di suatu tempat membentuk satu kesatuan yang saling kontradiksi. Inilah sejatinya dialektika alam. Seringkali ekosistem di sempitkan dalam beberapa subekosistem, seperti subekosistem hutan, pertanian, kebun, laut dan lain sebagainya.
Perkembangan Masyarakat dan Lingkungan
Sejarah perkembangan masyarakat dalam keterkaitan lingkungan merupakan relasi hubungan produksi dan hubungan sosial. lingkungan yang menyediakan obyek kerja dan material alat-alat kerja bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup, dapat di cermati dala dimensi yang bertahap atau lompatan, ini menjadi perubahan kuantitatif menuju kualitatif. tentunya dalam kontradiksi. Sederhananya jika kita memeriksa sejarah perkembangan masyarakat dalam keterkaitan lingkungan:
Pertama, masyarakat komunal primitif. Pemenuhan kebutuhan manusia tidak mungkin dilakukan individu, adanya komoditas yang di sediakan lingkungan berupa hewan dan tumbuhan membentuk corak produksi berburu dan meramu. Dengan di temukannya perkakas batu, tembikar, api juga bibit memudahkan kerja-kerja sosial ekonomi pada masa itu.. Terjadinya kontradiksi setelah surflus komoditas di teritori tertentu dan terbatasnya di teritori lain. Klan, suku, kabilah atau apapun penyebutannya masing-masing saling menaklukan tidak hanya dalam perdagangan juga dengan peperangan. Feodalisme mulai terorganisir dalam derajat kualitasnya.
Kedua, masyarakat feodal, Lingkungan mulai di tata secara permanen dengan pemusatan (sentralisasi) kepemilikan tanah dan para pekerja dalam mengelola pertanian dan peternakan. Suku yang di taklukan selalu menjadi budak, sedangkan raja dan kaum banagsawan sebagai tuan tanah (baron); terbukanya jalur perdagangan, Bengkel (gilda) dan transaksi uang menggantikan pertukaran barang (barter). juga adanya upeti memperjelas klas-klas dalam masyarakat feodal. Kontradiksi dalam kelas-kelas tersebut kembali menyusun tatanan masyarakat yang baru, kapitalisme.
Ketiga, masyarakat kapitalis. Akumulasi modal primitif pada masa feodal menunjukan pemisahan pekerja dari tanahnya merupakan kontradiksi yang membentuk kapitalisme..Ini yang selanjutnya menjadi poin bahasan. Keempat, masyarakat sosialis(?).
Kapitalisme Merampok Sumber Daya Alam dan Peghisapan Manusia
Dalam relasi sosial modal, mengandung kontradiksi. Meskipun berasal dari hukum gerak internal kapitalisme mengancam integritas keseluruhan biosfer dan semua yang ada di dalamnya sebagai konsekwensi logis ekspansi modal yang berwatak rakus. Sadar atau tidak sadar dalam masyarakat kapitalis menciptakan keterasingan manusia; keterasingan yang memisahkan secara ekstrim antara nilai komodita, tenaga kerja, dan kepemilikan alat kerja. Mengapa demikian? Mari kita telaah, kapitalisme memerlukan tiga syarat-syarat produksi:
Pertama, Personal produksi yang berhubungan dengan kemampuan tenaga kerja manusia.
Kedua, Syarat eksternal - alam produksi (hutan, ladang, minyak, persedian air, spesies burung dan lain sebagainya) dan.
Ketiga, Syarat komunal - umum produksi (lingkungan yang tercipta seperti kota-kota dan infrastruktur daerah perkotaan).
Kapitalisme tidak secara langsung memproduksi manusia atau bahkan kemampuan tenaga kerja. walaupun demikian kapitalisme memerlukan tenaga kerja sebagai komoditas sebagaimana komoditas lainnya. Kapitalisme juga tidak menciptakan alam eksternal.
Produksi modal sangat bergantung pada penggunaan dan transformasi syarat-syarat alami produksi yang pada tahap tertentu menimbulkan kelangkaan sumber daya alam, dan sistem sosial ekonomi kapitalis tidak mampu melestarikan alam dengan relatif murah. menurunnya syarat-syarat produksi tersebut memicu meningkatnya biaya bagi kapitalisme, menekan akumulasi modal dari biaya produksi.
Kapitalisme sebagai sumber masalah memicu kontradiksi yang tidak terdamaikan, hingga pada derajat adanya neoliberalisme sebagai varian kapitalisme menuai perlawanana gerakan sosial dan gerakan sosial baru: gerakan pro lingkungan (environmentalis) .
Neoliberalisme: Sesungguhnya Syetan yang Nyata
Neoliberalisme telah mempunyai banyak penyebutan atau alias; Reaganomes, Thatcherisme, Suppy-Side Ekomomics, Monetarisme, new Classical Ekonomics, Shock Therapy dan Structural adjustment. poin bahasannya bukan pada penyebutan atau alias, tapi dominasi kapitalis membuat keputusan dan para pembelannya dalam periode ini sangat antusias untuk bisnis, pro keuntungan, anti upah layak dan anti kebijakan kelestarian sumber daya alam berkelanjutan.
Neoliberalisme yang merupakan variasi dari liberalisme klasik di abad XIX ketika negeri-negeri imperialisme menggunakan idiologi kompetisi pasar dan perdangan bebas untuk menyepakati kapitalisme di negara mereka sendiri dan negeri-negeri jajahan (kolonial) mereka di seluruh dunia, termasuk Indonesia pada masanya. Sehingga melahirkan pembangkangan sosial dan pemberontakan rakyat di negeri-negeri utara oleh buruh industri dan para penggangguran di tahun 1930-1940an dan pembebasan nasional di negeri-negeri selatan di tahun 1940-1950an dalam perlawanan anti kolonialisme untuk mengakhiri liberalisme klasik dan kolonialisme.
Kembali terjadi dalam kurun waktu 30 tahun, lingkaran kerja internasional dari buruh, tani, mahasiswa, perempuan (feminis) dan environmentalis kembali melakukan pembangkangan sosial dan pemberontakan rakyat pada tahun 1960 dan 1970an mengakhiri Keynesian, dan di gantikan oleh neoliberalisme. Pada tanggal 5 Juni-16 juni 1972, PBB meyenggarakan Konferensi tentang lingkungan Hidup Manusia di Stockholm, Swedia. Konferensi tersebut dihadiri 113 negara, 21 badan atau organisasi PBB dan 16 organisasi antar pemerintah (IGOs), 258 organisasi nonpemerintah (NGOs) yang mewakili berbagasi gerakan rakyat.Terdapa pula 1 kelompok kerja (working group) yang bertugass mempersiapkan naskah deklarasi Lingkungan hidup Manusia, ada juga kelompok ahli (Fouunex Panel of Expers) dengan tugas menyusun rumusan yang menggambarkan keterkaitan antara lingkungan dan pembangunan.
Pengaruh konferensi Stockholm terhadap environmentalis di Indonesia tercermin pada peningkatan perhatian terhadap persoalan lingkungan dan perkembangan organisasi. Lebih jauh, adanya rativikasi; terbentuknya perundang-undangan nasional di bidang lingkungan hidup.
Desakan ekologis(?) semangkin berkembang luas dalam forum-forum internasional, seperti:
- 1992, KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) Bumi di Rio De Janeiro, Brazil.
- 1995, Konferensi I Perubahan iklim di Berlin, Jerman.
- 1996, Konferensi Perubahan iklim di Swiss.
- 1997, Konferensi Perubahan iklim di Kyoto, Jepang.
- 1998, Konferensi Perubahan iklim di Boenos Aires, Argentina.
- Tanggal 3-14 Desember 2007, "United Nation Climate Change" di Bali, Indonesia.
yang di hadiri 10.000 orang dari 189 negara. Acara yang mengacu pada konvensi kerangka kerja PBB tentang perubahan iklim (United Nation Frame Work Convention on Climate Change-UNFCCC).
Neoliberalisme yang di sokong lembaga internasional seperti WB (Word Bank), IMF (International Monitoring Funding) dan WTO (Word Trade Organisation) semangkin brutal, mengangkangi negara bangsa, termasuk Indonesia! Ekspansi modal dalam pasar bebas yang sejatinya akumulasi keuntungan terpusat pada MNC (Multi Nasional coporation) dan TNC (Trans National Corporation) menghadapi pembangkangan sosial dan pemberontakan rakyat, diantaranya:
Agenda-agenda WSF (Word Sosial Forum) yang melakukan pembangkangan sosial terhadap neoliberalisme, konsisten memobilisasi tuntutan massa di berbagai belahan dunia yang di arahkan ke WTO (Word Trade Organisation) dan IMF (International Monitoring Funding).
Di Mexico perlawanan masyarakat adat Zapatista, di brazil La Campasina meluaskan perlawanan kaum tani di dunia, serikat-serikat buruh mengkristal dalam jejaring regional dan internasiona dan..(?).
Neoliberalisme setelah kolonialisme di Indonesia pun mengalami perlawanan sengit(?). Poin ini kita akan bahas dalam telor 1/2 matang yang ke dua dalam tulisan lain.
Penutup: Resolisi
Pertama, Pandangan sosial ekonomi yang berwawasan lingkungan menjadi kebutuhan bergerak maju (progresif). Program mendesak menjadi keharusan mencangkup baik tujuan rasionalitas ekologis maupun tujuan keadilan dan demokrasi kerakyatan.
Kedua, Melemahnya negara bangsa oleh imperium neoliberalisme (tentang: hutang luar negeri, privatisasi perusahaan-perusahaan dalam negeri, deregulasi berpihak pasar bebas dan pencabutan subsidi rakyat) adalah aspek lain kebutuhan pengorganisaian gerakan pro lingkungan (environmentalis) harus berlingkup internasional.
Ketiga, Kebutuhan mendesak mengkonsolidasikan gerakan pro lingkungan (environmentalis) di Indonesia dan meluaskan kesadaran normatif dan politis rakyat Indonesia.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !