NASIB RAKYAT DI PAPUA: BUMINYA DIJARAH, HAK DASARNYA DIABAIKAN, NYAWANYA SELALU TERANCAM !!! - ekologi [merah]
Headlines News :
Home » , » NASIB RAKYAT DI PAPUA: BUMINYA DIJARAH, HAK DASARNYA DIABAIKAN, NYAWANYA SELALU TERANCAM !!!

NASIB RAKYAT DI PAPUA: BUMINYA DIJARAH, HAK DASARNYA DIABAIKAN, NYAWANYA SELALU TERANCAM !!!

Written By ekologi [merah] on 3.26.2010 | Jumat, Maret 26, 2010

GERAKAN RAKYAT MISKIN ANTI IMPERIALISME (GERAM)
GANJA, KP-PPBI, AMP, GP3PB, KPRM-PRD, PPRM, PEMBEBASAN, MAHARDHIKA, ARMP

NASIB RAKYAT DI PAPUA:
BUMINYA DIJARAH, HAK DASARNYA DIABAIKAN,
NYAWANYA SELALU TERANCAM

—SBY-BUDIONO, BARNABAS SUEBU (GUBERNUR PAPUA), ELIASER RENMAUL (BUPATI PUNCAK JAYA), LUKAS ENEMBE SEGERA (MANTAN BUPATI)— BERTANGGUNG JAWAB ATAS PELANGGARAN HAM DI PAPUA; GULINGKAN !!!!

Kekayaan alam Indonesia seperti tak ada manfaatnya, dijarah pemodal besar, bangsa asing dan bangsa sendiri. Di Sumatra, Jawa, Sulawesi, rakyat miskin di mana-mana, apalagi di Papua. Dengan darah dan nyawa, Papua direbut dari Belanda, tapi Orde Barunya Soeharto dengan seenaknya menumbalkan rakyat Papua pada Amerika Serikat. Bumi Papua diserahkan isinya sebagai tanda terima kasih atas jasa Amerika membantu penggulingan Orde Lama Soekarno dan pemberantasan PKI. Sejak zaman Soeharto itulah rakyat Papua seperti tidak ada harganya. Buminya dibiarkan dikuras bangsa asing, rakyatnya dibiarkan terbelakang dan kelaparan, elit-elitnya dipelihara untuk jadi sekadar antek-antek elit nasional, diperdaya agar mau membodohi rakyatnya sendiri.

Kerajaan para pemodal nasional dan internasional itu hingga sekarang masih berjaya di Papua, mencetak terus rakyat miskin baru, mengorbankan lebih banyak anak-anak kelaparan, menciptakan kerusakan lingkungan dan penyakit di mana-mana. Penjarahan dan eksploitasi kekayaan alam Papua tidak pernah dihentikan, bahkan oleh pemerintahan SBY-BUDIONO sekarang. Justru SBY-BUDIONO terbukti sebagai kaki tangan Imperialisme paling setia saat ini.

Keberadaan dan hak dasar kesejahteraan rakyat Papua tidak pernah dipegang teguh sebagai landasan kebijakan dan tanggung jawab negara. Kalaupun muncul Otonomi Daerah, itu bukan lain hanya sebagai alat pencetak raja-raja kecil di daerah sebagai boneka pemerintah nasional, yang bertugas menguasai sumber daya alam agar mudah dijarah oleh para pemodal, tuannya pemerintahan kita. Mereka menari di atas penderitaan rakyat miskin Papua. Otonomi sama sekali tidak menghasilkan kesejahteraan di Papua.

Raja-raja kecil yang bercokol dalam birokrasi daerah, Kepolisian dan TNI di Papua, mereka berebut menjadi pelayan paling setia tuan-tuan modal dan pemerintah pusat. Mereka berebut agar bisa ikut menikmati hasil jarahan dari bumi Papua, yang semestinya dipakai untuk memakmurkan rakyat. Perebutan di antara mereka inilah yang berkali-kali justru membawa korban di pihak rakyat tak berdosa. Namun mereka tak pernah lupa pada tugas utamanya, yaitu mengamankan aset-aset para pemodal. Berbagai tindak kekerasan dan pelanggaran HAM terjadi sejak 1969 ketika Papua terintegrasi dengan kedaulatan Indonesia (baca; NKRI). Mulai dari Operasi Militer tahun 1969 melalui Pepera yang menurut PBB telah menewaskan 100.000 jiwa Rakyat Papua (antara 1961-2003), kasus Biak Berdarah (1998), Abepura Berdarah (7 Desember 2000), Wamena Berdarah (2001), Merauke Berdarah (2001—termasuk Pembunuhan terhadap Ketua PDP Theys Eluays 11 November 2001), Timika Berdarah (2003) dan kasus pelanggaran HAM terbaru yaitu Pembunuhan terhadap Gembala gereja Torigi yang bernama Perianus Tabuni (45 Tahun) pada 19 Maret 2010, yang dilakukan oleh Barusan Merah Putih, Milisi Sipil Reaksioner bentukan Yonif 753 Arvita Nabire. Semua kasus itu terjadi dalam rangka tugas “pengamanan” aset-aset pemodal oleh para centeng-centengnya di atas, termasuk SBY-Budiono sebagai centeng tertinggi Amerika Serikat, pemodal internasional dan negara-negara maju lainnya di Indonesia.

Selama periode 2004—sekarang setiap bulan kita dapat melihat masyarakat sipil selalu menjadi korban pertarungan centeng-centeng pemerintah (pusat dan daerah), hambanya hamba tuan-tuan modal. Konflik antar klan/ras sering kali terjadi yang merupakan bagian dari rekayasa militer (TNI) dan POLRI dalam kepentingan menerima ceceran hasil dari Freeport dan modal-modal besar yang ada di Papua. Sementara rakyat selalu menjadi korban dengan pengkambinghitaman TPN/OPM di Puncak Jaya. Satu contoh tahun 2007 ketika Bintang Kejora dikibarkan di Puncak Jaya, sesungguhnya adalah bagian dari rekayasa TNI (Yonif 753 Arvita Nabire) yang biasa ditugaskan mengamankan BBM secara reguler ke Puncak Jaya (melalui PT. Chris Papua milik Bupati Puncak Jaya), yang kemudian bentrok dengan Polisi (Brimob)—karena persoalan pembagian fee (ceceran dana BBM)— yang berujung penyerangan ke Polres Puncak Jaya yang menewaskan Bripda Yosep Kaliamber. Di samping itu ada operasi pengamanan aset-aset pemodal melalui pembentukan kekuatan jahat Barisan Merah Putih (milisi sipil reaksioner) yang merupakan kepanjangan tangan dari Yonif 753 AVT Puncak Jaya yang sengaja dibentuk untuk membenturkan sipil dengan sipil—Inilah cara-cara warisan Orde Baru (militer dan Soeharto) yang masih digunakan untuk melemahkan kekuatan rakyat. Selama 2010 saja milisi sipil Barisan Merah Putih (bentukan Bupati Puncak Jaya dan Yonif 753) telah melakukan teror terus menerus, termasuk pada 15 Januari 2010 membantai tukang ojek bernama Meganif Poluncar. Ditambah lagi pada 19 Maret 2010 menangkap dan membunuh secara keji seorang Pendeta/Gembala Gereja Torigi yang bernama Perianus Tabuni (45 Tahun), yang ditangkap di daerah kampung Kalome dan kemudian dibunuh di kampung Tingginikime. Semua peristiwa tragis itu, baik pengabaian hak dasar, penjarahan kekayaan alam bukan untuk kemakmuran rakyat, maupun tindak-tindak kekerasan adalah bentuk kekejaman aparat negara di bawah tanggung jawab SBY-Budiono, termasuk bawahannya di Papua. Sehingga sudah sepantasnya kami meneriakkan tuntutan-tuntutan ini pada mereka:

1. Usut Tuntas Tragedi Pembunuhan Rakyat di Puncak Jaya oleh Militer (TNI) dan Milisi Sipil Reaksioner (Barisan Merah Putih) terhadap Pendeta/Gembala gereja Perianus dan Tukang Ojek Meganif Poluncar
2. Bubarkan dan Usut Tuntas Pelanggaran HAM oleh Milisi Sipil Reaksioner (Barisan Merah Putih) bentukan Yonif 753 dan Bupati Puncak Jaya.
3. Tarik Militer dari Tanah Papua
4. Bebaskan Tanpa Syarat 32 Kawan-Kawan KNPB dari Tahanan Polda Papua
5. Usut Tuntas Pelanggaran HAM dan Kekerasan Seksual terhadap Perempuan di Puncak Jaya oleh Militer dan ELIASER RENMAUL (Bupati Puncak Jaya)
6. Pendidikan, Kesehatan Gratis dan Massal Untuk Rakyat
7. Nasionalisasi (Ambil Alih) Industri Tambang Asing di Bawah Kontrol Rakyat
8. Bukan Otonomi namun Membuka Ruang Demokrasi (Referendum/Pemilu) seluas-luasnya untuk Rakyat Papua

Situasi Papua seperti di atas adalah bukti bahwa ada lima unsur yang harus dinyatakan sebagai musuh rakyat karena saling terkait menciptakan dan melestarikan penderitaan rakyat di segala segi kehidupan. Musuh-musuh rakyat itu adalah:

1. Imperialisme
2. Agen Imperialisme (SBY-BUDIONO dan jajarannya di pusat maupun daerah)
3. Reformis Gadungan (Partai Penipu Rakyat Hasil Pemilu Elit 2009)
4. Sisa-sisa Orde Baru (Golkar dan Militer)
5. Milisi Sipil reaksioner

Mereka inilah yang kini justru menguasai jalannya negara, menguasai pemerintahan, dari pusat hingga daerah. Maka seruan yang paling tepat untuk selalu kita teriakkan adalah:

LAWAN LIMA MUSUH RAKYAT!!
BANGUN PEMERINTAHAN PERSATUAN RAKYAT MISKIN!!

Koordinator Umum; Lexi (085292214442)
Humas; Aslihul Fahmi Alia/Yayak (O817460268)
Bookmark and Share
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ekologi [merah] - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger