Ayo Bangun Serikat Buruh Nasional – Dengan Berlandaskan Kemandirian Politik dan Organisasi (Non Kooptasi – Non Kooperasi) dari Semua musuh-musuh rakyat dan kaum buruh! - ekologi [merah]
Headlines News :
Home » » Ayo Bangun Serikat Buruh Nasional – Dengan Berlandaskan Kemandirian Politik dan Organisasi (Non Kooptasi – Non Kooperasi) dari Semua musuh-musuh rakyat dan kaum buruh!

Ayo Bangun Serikat Buruh Nasional – Dengan Berlandaskan Kemandirian Politik dan Organisasi (Non Kooptasi – Non Kooperasi) dari Semua musuh-musuh rakyat dan kaum buruh!

Written By ekologi [merah] on 9.30.2009 | Rabu, September 30, 2009

Bahaya Hegemoni Idiologi, Politik dan Organisasi Serikat Buruh Status Quo dan Serikat Buruh Independent Gadungan dalam Perjuangan Buruh terhadap Massa Buruh dan Gerakan Buruh.
Sepuluh tahun lebih reformasi, sebagai hasil dari gerakan (perlawanan) rakyat yang dipelopori oleh gerakan mahasiswa yang ditandai dengan jatuhnya diktator militeristik Soeharto, rakyat Indonesia memasuki era baru, yang disebut dengan era reformasi, dimana secara politik, rakyat termasuk klas buruh Indonesia mendapatkan ruang gerak yang lebih leluasa,diantaranya adalah keleluasaan membangun organisasi (serikat) independen, maupun keleluasan dalam memperjuangkan tuntutan-tuntutan termasuk dengan menggunakan metode radikal, yakni aksi massa, sekalipun tetap saja, keleluasaan itu masih sangat dibatasi agar tidak mengganggu kepentingan modal—seperti di negri manapun, semaju-majunya demokrasi, namun selama klas kapitalis yang masih berkuasa, maka demokrasinyapun utamanya demokrasi demi kepentingan modal.

Dengan ruang demokrasi yang lebih terbuka ini, maka dengan cepat bermunculah serikat-serikat buruh diseluruh Indonesia, baik yang merupakan pecahan dari serikat pemerintah (SPSI) maupun yang berdiri sendiri atau bukan merupakan pecahan SPSI. 


SPSI yang awalnya adalah wadah tunggal –sebagai upaya Rezim Orde Baru untuk mengontrol kaum buruh--pun mengalami arus pasang reformasi, dengan berdirinya SPSI Reformasi, yang kemudian membelah lagi menjadi SPN (Serikat Pekerja Nasional)—yang sebelumnya adalah FSPTSK (Federasi Serikat Pekerja Textil, Sandang dan Kulit), SPMI (Serikat Pekerja Metal Indonesia) dan banyak serikat-serikat pekerja lainnya. Perpecahan-perpecahan ini umumnya terjadi di masa-masa awal reformasi, dimana ada semangat agar serikat buruh/serikat pekerja lebih Independen baik dengan pemerintah maupun pengusaha. Semangat reformasi dari arus bawah (secara umum, semangat reformasi terjadi dimana-mana) inilah yang kemudian dimanfaatkan—dimanipulasi-- oleh sebagian pimpinan SPSI yang tidak puas terhadap pimpinan SPSI lainnya untuk melakukan pembelahan ditubuh SPSI (sekalipun pimpinan-pimpinan SPSI yang melakukan pembelahan ini, juga tidak banyak melakukan apa-apa ketika mereka masih di SPSI)
Serikat Pekerja Nasional (SPN) dan Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) adalah dua serikat pecahan SPSI yang paling cepat melakukan konsolidasi, sekaligus paling cepat melakukan perluasan keanggotaannya, juga yang paling cepat muncul kepanggung politik buruh ditingkat nasional. Hal ini tentu saja bisa terjadi, karena struktur SPN dan SPMI sebelumnya adalah struktur SPSI yang menyebar luas di seluruh Indonesia, dan juga karena posisi politik pimpinan-pimpinannya yang cenderung kompromis, sehingga tidak terlalu banyak mendapatkan tekanan dari pemerintah maupun pengusaha, bahkan dibanyak tempat, dalam kasus-kasus tertentu posisi serikat ini cenderung membela kepentingan pemerintah maupun pengusaha, pun demikian dalam momentum-momentum tertentu, SPN maupun SPMI juga bisa kelihatan “militan” memperjuangan kepentingan kaum buruh.
Dalam beberapa hal, pimpinaan-pimpinannya lebih lihai dari pimpinan serikat buruh status quo (SPSI), mereka memanipulasi cara-cara / metode serikat buruh atau organisasi progresif lainnya dalam praktek politik dan organisasi : menggunakan mobilisasi massa (aksi massa, rapat akbar, pawai), seperti ketika terjadi aksi-aksi massa menolak revisi UU 13/2003, SPN sanggup memobilisasi 100 ribu anggotannya di Jakarta dan dua tahun belakangan ini, di momentum May Day, SPMI sanggup membuat Rapat Akbar yang dikemas dalam May Day Fiesta dengan menghadirkan puluhan ribu anggotanya di Istora Bung Karno Jakarta– tentu saja tujuannya sekedar untuk bargain kepentingan pimpinannya baik terhadap pengusaha maupun pemrintah dengan menjual massanya-- faham dalam menggunakan strategi atas untuk mempopulerkan program –moderat-- dan figur-figur pimpinannya, termasuk mempunyai terbitan (Koran) regular untuk menghegemoni kesadaran massanya/anggotanya—paling tidak koran Perjoengan terbitan SPMI cukup reguler dengan oplah yang cukup banyak--
Walau demikian, SPSI yang sudah terpecah kedalam berbagai serikat buruh, tidak lantas mati. Dengan strukturnya yang sangat luas—karena hanya SPSI lah yang diakui sebagai serikat pekerja di jaman Orde Baru—SPSI masih bertahan hingga kini, bahkan ditengah-tengah munculnya berbagai organisasi buruh, SPSI masih mampu mendapatkan anggota baru terutama di daerah atau kawasan Industri yang dinamika perlawanan buruhnya kecil. Bahkan dalam momentum-momentum tertentu, SPSI bisa terlihat sama kepentingannya dengan serikat-serikat Independen, bahkan dengan kemampuan mobilisasinya yang besar, SPSI masih sanggup mengisi panggung politik buruh baik di nasional maupun di daerah.
Struktur SPSI, SPN dan SPMI juga mendominasi institusi-isntitusi legal yang punya otoritas merumuskan dan menetapkan kebijakan atau peraturan yang berkaitan dengan buruh (upah, standar kesejahteraan, dll) yang disediakan oleh rezim : Tri Partit Nasional, Dewan Pengupahan Nasional dan Daerah, Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial (pengadilan sengketa perkara perburuhan), Komisaris PT JAMSOSTEK, termasuk menjadi perwakilan buruh Indonesia di Lembaga Perburuhan Internasional seperti ILO dan lain sebagainya, dimana keberadaan mereka di lembaga-lembaga ini bukan dalam kepentingan memperjuangan secara sungguh-sungguh kepentingan kaum buruh, namun sekedar untuk menaikan bargain pimpinan-pimpinan serikat ini, entah sebagai batu loncatan untuk karir yang lebih tinggi, entah untuk mendapatkan penghasilan tambahan dan motif-motif individu lainnya, bahkan dalam momentum tertentu, sangat jelas terlihat perbedaan kepentingan antara massa buruh dan pimpinanannya ini, misal dalam hal penentuan UMP, selalu saja ada perbedaan antara apa yang ditetapkan oleh Dewan Pengupahan Daerah dan massa buruh di wilayah tersebut, bahkan sering kali terjadi kaum buruh dari serikatnya sendiri melakukan demonstrasi-demonstrasi yang radikal setelah Dewan Pengupahan Daerah mengeluarkan keputusannya 


Munculnya serikat-serikat buruh progressif .
Seiring dengn semakin terbukanya ruang demokrasi, kaum buruh Indonesia semakin lebih mudah melakukan mobilisasi-mobilisasi perlawanan baik di tempat kerja, di kawasan industri maupun hingga ke pusat-pusat kekuasaan pemerintah. Bentuk-bentuk mobilisasinyapun beraneka ragam, dari yang berupa perlawanan lunak (semisal menggunakan ikat kepala secara massal di tempat kerja untuk menuntut perbaikan kondisi kerja, atau peningkatan kesejahteraan ), yang lebih keras, seperti pemogokan total satu tempat kerja atau gabungan tempat kerja, hingga pemogokan-pemogokan kawasan Industri, dengan mengangkat tuntutan-tuntutan yang relative sama.


Selain semakin beraninya kaum buruh melakukan perlawanan dan juga semakin terbukanya akses informasi yang lebih luas ke kalangan buruh, terutama akses terhadap pengetahuan-pengetahuan marxist, pengetahuan-pengetahuan politik actual, pengetahuan akan negri-negeri lain, adalah landasan-landasan lahirnya dan berkembangnya serikat-serikat buruh progressif. Memang belum sebesar serikat-serikat gadungan yang merupakan pecahan-pecahan SPSI ataupun sebesar SPSI, namun geliatnya sudah mulai dirasakan, pengaruhnya sudah mulai dirasakan. 
Pasca reformasi, aktifis buruh yang dulunya di PPBI Pusat Perjuangan Buruh Indonesia, sebuah organisasi buruh radiikal di jaman Orde Baru, yang sangat aktif dalam mengorganisir pemogokan-pemogokan, bahkan pemogokan dengan jumlah massa buruh yang besar, bisa mencapai 20 ribu dari berbagai pabrik, dengan tuntutan kesejehtaran (radikal), seperti kenaikan upah 7000/hari, dan tuntutan politik (radikal), seperti pencabutan Dwi Fungsi TNI. PPBI dilarang pada tahun 1996 bersamaan dengan pelarangan Partai Rakyat Demokratik dan ormas-ormasnya, setelah kasus penyerbuan kantor PDI oleh Tentara dan Preman-- kemudian membentuk Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI), yang dengan cepat FNPBI tampil sebagai serikat buruh nacional yang radikal. Program naikan upah 100 % yang dikampanyekan oleh FNPBI segera meluas ke gerakan buruh secara umum, dan mendapatkan dukungan luas, demikian juga dengan dengan tuntututan-tuntutan politik seperti penghancuran sisa-sisa Orde Baru dan Tinggalkan Reformis Gadungan. Di berbagai daerah, FNPBI aktif dalam membangun persatuan-persatuan buruh, dan aktif dalam perlawanan-perlawanan massa buruh, bahkan aktif dalam mengorganisir pemogokan-pemogokan massal, seperti yang terjadi di Bandung pada tahun 2001 dan 2002. Di Jawa Timur pada tahun 2005 juga dalam berbagai pemogokan lainnya di seluruh Indonesia. Dan seperti di jaman Suharto, FNPBI kemudian mengalami represifitas yang kuat dari pemerintah, aktifis-sktifisnya pun banyak yang ditangkap dan dipenjarakan, termasuk salah satunya adalah kawan Wanti yang sekarang menjadi salah seorang Pengurus Pusat GSPB.


Salah satu capaian persatuan buruh secara nasional yang pernah diperjuangkan oleh FNPBI bersama serikat buruh lainnya adalah pembangunan Komite Anti Penindasan Buruh (KAPB), yang menyelanggarakan konferensi nacional pada tahun 2002, walaupun umurnya tak begitu panjang, namun telah memberikan pengalaman berharga dan keyakinan pada kaum buruh Indonesia, bahwa membangun persatuan secara nacional adalah hal yang bisa dilakukan. Dan pada tahun 2006, bersama dengan banyak serikat lainnya, FNPBI menggagas kembali pembangunan persatuan buruh secara nacional, ditengah menggejolaknya perlawanan kaum buruh terhadap rencana revisi UU 13/2003, dan lahirlah Aliansi Buruh Menggugat (ABM), sebagai alat persatuan perjuangan kaum buruh Indonesia, yang hingga kini masih bertahan.


Dalam upaya untuk menyatukan kekuatan rakyat secara nacional, FNPBI juga terlibat dalam pembangunan persatuan politik gerakan rakyat, melalui pembangunan Partai Persatuan Oposisi Rakyat (POPOR) di tahun 2003 dan Partai Persatuan Pembebasan Nasional (PAPERNAS) di tahun 2006, yang dalam perjalanannya, PAPERNAS direpresif oleh Negara dengan menggunakan aparatatus negara maupun organisasi-organisasi preman (termasuk organisasi preman yang bekedok agama), namun sayangnya tidak seperti PPBI yang tetap bertahan ditengah gempuran Rezim Orde Baru, FNPBI bersama dengan PAPERNAS malah tunduk, takluk dan lebih fatal lagi FNPBI bersama dengan PAPERNAS justru menjadi bagian dari kekuatan politik anti klas buruh, anti rakyat miskin(menjadi bagian dari Partai Bintang Reformasi ketika pemilu legislatif dan menjadi Pendukung JK-Win maupun Mega-Prabowo di pemilu presiden), demi ambisi pribadi pimpinan-pimpinan FNPBI dan PAPERNAS yang sudah lelah berjuang dan menginginkan pamrih pribadi.


Beberapa pimpinan nasional, pimpinan wilayah, kota dan pabrik yang tidak bersepakat kemudian membentuk jaringan serikat buruh FNPBI PRM (Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia-Politik Rakyat Miskin), dengan berbagai nama.


Seiring dengan itu, muncul pula berbagai serikat progessif lainnya secara nasional(atau mempuanyai pengaruh secara nasional) seperti KASBI, GSBI, FPBJ dan SBTPI. Di tingkat lokalpun, bermunculan serikat-serikat buruh dengan karakter progressif, yang semuanya membawa pengaruh positif bagi perjuangan klas buruh kedepannya.


Kaum buruh yang puluhan tahun hanya mengenal SPSI sebagai wadah satu-satunya, dan hanya diajarkan untuk sekedar “mengetahui” persoalan-persoalan di tempat kerjanya masing-masing dan dilatih untuk melakukan upaya-upaya kompromis dalam penyelasian kasusnya, saat ini mulai mengerti tugas-tugas sejati perjuangannya. Kehadiran serikat-serikat progressif ini, telah mendorong kesadaran kaum buruh untuk mengerti persoalan-persoalan yang lebih mendasar, persoalan-persoalan pokok yang membuat puluhan tahun hidupnya selalu sengsara. Kapitalisme sebagai sebuah system mulai dkenali sebagai biang kerok penderitaan kaum buruh dan rakyat Indonesia. Elit-elit politik yang merupakan perwakilan klas borjuasi, juga mulai dikenali kaum buruh sebagai musuhnya, demikian juga dengan militer, yang selalu berpihak pada kepentingan pemodal.


Dengan perspektif yang lebih maju itu, kaum buruhpun mulai meningkatkan metode perlawanannya, mulai lebih sering menggunakan aksi-aksi massa, sebagai bentuk perlawanan yang paling ampuh. Kebiiasaan sepanjangan sejarah SPSI, yang hanya meletakan tanggung jawab “penyelesaian” kasus pada pimpinan-pimpinan serikat, sekarang mulai diperluas kepada seluruh anggota, bahkan kepada seluruh kaum buruh. Tidak bisa hanya mengandalkan pimpinan, tapi seluruh kaum buruh harus terlibat aktif dalam perjuangan, dan aksi massalah, metode perjuangan dimana semua kaum buruh terlibat aktif dalam perjuangannya.


Aksi-aksi massa inipun, mulai lebih sering dilakukan dengan bersama-sama, bahkan sudah dikenal aksi-aksi serentak secara nasional, yang tentu saja membutuhkan alat pemersatunya, maka lahirlan persatuan-persatuan kaum buruh, termasuk yang saat ini masih bertahan, yaitu Aliansi Buruh Menggugat, yang dilahirkan setelah kaum buruh melakukan pertemuan nasional dibulan juli 2006. Tidak kurang dari 300 delegasi dari puluhan serikat, yang mewakili 16 propinsi di Indonesia hadir di konferensi pertama ABM tersebut, dan dengan cepat diberbagai kota, ABM-ABM lokalpun bermunculan dan berjejaring satu dengan lainnya.


Kehadiran ABM yang digagas oleh serikat-serikat progressif tersebut, bukan saja telah melatih kaum buruh dalam gerak perjuangannya, namun juga telah memberikan inspirasi bagi rakyat miskin lainnya—sekalipun upaya-upaya untuk membangun persatuan serupa diberbagai sector belum terwujud—dan yang penting juga untuk dilihat dari keberadaan ABM adalah kesanggupannya—dalam batas-batas tertentu—untukmendorong terbangunnya persatuan kaum buruh dan rakyat miskin. Yang awalnya baru melakukan aksi-aksi solidaritas, mengirimkan dukungan dan lain sebagainya, meningkat hingga membangun persatuan secara nasional, yakni ketika ABM bersama dengan banyak kekuatan politik kerakyatan mendirikan Front Pembebasan Nasional (FPN).


Bermula dari rencana pemerintah SBY-JK untuk menaikan harga BBM, puluhan organisasi yang diinisiatifi oleh ABM melakukan upaya konsolidasi untuk menentang rencana kenaikan harga BBM tersebut yang di dalam konsolidasi-konsolidasi tersebut, ABM menyampaikan landasan tentang pentingnya membangun persatuan, yang bukan hanya sekedar menolak rencana kenaikan harga BBM namun lebih jauh lagi adalah menguatkan propaganda tentang kegagalan sistem kapitalisme dan kegagalan elit-elit politik, serta menguatkan propaganda tentang jalan keluar yang sebenar-benarnya.


Oleh karena itu persatuan yang dibentuk tidak bisa hanya di Jakarta saja, melainkan juga harus terbangun di mana-mana, agar semakin kuat perlawanan kaum buruh dan rakyat miskin Indonesia. Dalam waktu singkat, FPN kemudian terbangun di banyak kota di seluruh Indonesia, dengan mengusung program-program radikal.


Namun sayangnya, keyakinan untuk mempertahankan alat persatuan yang sudah meluas dan maju ini, tidak cukup kuat, bahkan cenderung “meremehkan” capaian-capaian maju dari lahirnya FPN ini—menilai keberdaan FPN hanya sebagai komite aksi untuk respon kenaikan harga BBM, dan tidak punya potensi untuk lebih dipertahankan dan dimajukan—sehingga setelah momentum BBM mereda, FPN kemudian mati.


Tugas Kepeloporan Serikat Buruh Progressif dan Strategi Taktik Perjangan Buruh dan Rakyat Miskin.
Dengan landasan situasi diatas, maka dapat dilihat bahwa saat ini dominasi serikat buruh kuning masih sangat kuat, sekalipun telah bermunculan serikat-serikat progessif. Oleh karena itu, tugas serikat buruh progressif saat ini adalah menghancurkan dominasi serikat buruh kuning ini, baik secara ideologi, politik maupun organisasi 


Dan untuk meningkatkan kapasitas serikat buruh progessif, maka mau tak mau, persatuan gerakan buruh yang progressif adalah mutlak, dengan berlandaskan pada kepentingan untuk memperjuangkan buruh dengan kekuatan sendiri, tidak boleh mensubordinasikan perjuangan klas buruh dibawah kepentingan elit-elit politik yang telah gagal, bahkan tidak boleh juga melakukan kerja sama-kerja sama politik dengan kaum elit ini—belum banyak serikat buruh progressif yang menyadari bahaya dari kerja sama-kerjasama taktis dengan elit dalam situasi sekarang. Ditengah kesadaran anti elit yang makin meluas, maka kerja sama dengan elit ini akan memberikan landasan lagi bagi kaum elit ini untuk mendapatkan kepercayaan dari kaum buruh, sehingga makin sulit untuk memajukan kesadaran kaum buruh menjadi kesadaran progressif.


Artinya tugas untuk menghancurkan dominasi serikat buruh kuning, sejalan dengan tugas untuk mendelegitimasi kekuasaan elit, dan inilah yang menjadi landasan bagi pembesaran serikat buruh progesiif dan mlitan.


Berangkat dari potensi yang ada untuk membangun Federasi Serikat Buruh Nasional yang militan dan progressif. 
 Sebagai bentuk konkrit dari komitmen pembangunan organisasi buruh progresif tingkat nasional, Federasi Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh telah melakukan komunikasi dengan kawan-kawan dari organisasi serikat buruh maupun kawan-kawan yang memiliki jaringan pengorganisiran buruh yang memiliki komitmen sama, diantaranya kawan-kawan dari Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI) - Independent - Mojokerto (Jawa Timur), Forum Buruh Lintas Pabrik (FBLP) – Jakarta Utara, dan Paguyuban Pekerja Muda Peduli (PPMP)dan Serikat Buruh PT Garuda (SBG) - (Jawa Barat). Komunikasi yang hampir sama juga dilakukan dengan kawan-kawan FNPBI-PRM Sumut, FNPBI-PRM Kaltim. 


Pada tanggal 30 Agusttus 2009 yang lalu, perwakilan dari GSPB, PPMP dan FBLP telah mengadakan pertemuan dan diskusi tentang rencana dan arah pembangunan serikat buruh secara nasional, yang kemudian menghasilkan kesepakatan-kesepakatan awal diantaranya mengadakan pertemuan sebagi tahap awal dari keseluruhan tahapan konsolidasi yang akang mengarah pada konsolidasi nasional pembentukan organisasi serikat buruh pada tangga 17 Oktober sampai dengan 19 Oktober 2009 di Bandung – Jawa Barat, dimana masing – masing organisasi diharapkan semaksimal mungkin menghadirkan perwakilannya perwakilannya (strukur organisasi dan struktur jaringan). Pertemuan tesebut juga dihadiri oleh perwakilan struktur dari Persatuan Politik Rakyat Miskin (PPRM) dan Jaringan Nasional Perempuan Mahardika (JNPM) yang juga berkomitmen terhadap konsolidasi dan pembangunan serikat buruh progresif secara nasional.

Adapun secara lengkapnya hal-hal yang telah disepakati ada pertemuan awal tanggal 30 Agustus 2009 yaitu :
  • Masing – masing organisasi sepakat bekerja sama membangun Organisasi Serikat buruh tingkat Nasional, dengan tahapan-tahapan kerja yang akan didetailkan kemudian









  • Melakukan pertemuan awal minimal antar organiser secara nasional, pada tanggal 17, 18, dan 19 Oktober 2009, bertempat di Bandung – Jawa Barat, tentang pertemuan tersebut:









    • Sebagai tahap awal konsolidasi, dimaknai sebagi tahap awal mengingat berbagai jaringan yang ada secara geografi tersebar di berbagai daerah, sehingga ada kesulitan untuk bertemu sekaligus dalam jangka waktu dekat;



















    • Pertemuan selama 3 hari tersebut rencananya, 2 hari pertama (17 & 18 Oktober 2009) dipergunakan untuk pendiskusian tentang segala sesuatu menyangkut program konsolidasi dan pembentukan serikat buruh secara nasional: program dan stratak, konsep organisasi, dll , dan hari ke 3 nya (19 Oktober 2009) digunakan untuk diskusi tentang upah sebagai respon terhadap momentum kenaikan upah 2010


















    • Masing-masing organisasi dan jaringan yang terlibat diharapkan juga dapat mengajukan konsep berkaitan dengan penyatuan politik maupun organisasi berikut tahapan-tahapannya


















    • Untuk pembiayaan, persoalan akomodasi dan konsumsi sebagian besar sudah ditanggung oleh kawan-kawan Bandung, sehingga kawan-kawan dari kota lain hanya menanggung biaya transportasi keberangkatan maupun kepulangan delegasi yang diutus.




























  • Sejalan dengan tahapan konsolidasi, organisasi, jaringan, dan struktur yang akan dilibatkan dalam konsilidasi nasional akan terus diluaskan dan dikuatkan sehingga ketika sampai pada muaranya pada konsolidasi nasional nantinya keterlibatan organisasi, jaringan dan strukur bisa maksimal.


















  • Untuk itu GSPB mengajak kawan-kawan semua yang bersepakat dengan pembangunan serikat buruh progressif dan militan, untuk dapat terlibat dalam pertemuan nasional tersebut.













Perkuat Solidaritas, Wujudkan Persatuan Buruh Secara Nasional Yang Progressif dan Militan !


Bekasi, 23 september 2009
Ketua Sekretaris Umum
Sulaeman Ata bin Udi


Bookmark and Share

Share this article :

1 komentar:

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ekologi [merah] - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger